Jakarta - Tes CPNS Kementerian Perdagangan memunculkan soal tentang lagu SBY di album ketiga. Hal ini menjadi perbincangan. Banyak yang menilai soal tersebut tidak pantas dimunculkan dalam tes penyaringan pegawai negara.
Pengamat politik dari UGM Arie Sudjito berpendapat, kemunculan soal semacam itu aneh dan menjadi paradoks. Soal itu merupakan contoh kecil yang menunjukkan kalau birokrasi belum direformasi.
Berikut ini wawancara detikcom dengan pria yang juga peneliti pada Yayasan Percik Salatiga, Rabu (13/10/2010).
Soal lagu SBY di tes CPNS mengindikasikan apa?
Menurut saya itu disorientasi rekrutmen. Orang nggak punya indikator kualitatif apakah sesuai kompetensi. Lepas dari dipengaruhi atau tidak, itu disorientasi. Pembuat soal tidak punya kesadaran.
Ini menunjukkan tidak punya orientasi untuk menduduki apa. Terjadi pendangkalan di dalam proses rekrutmen. Meskipun mungkin ada bumbu politiknya, tapi itu sudah cukup menunjukkan teknokrat kita dalam merekrut tenaga kerja dan birokrasi mengalami disorientasi.
Apa implikasinya?
Jangan-jangan syarat administrasi tidak ada korelasi antara rekrutmen dengan kompetensi dan integritas sebagai aparat. Jangan-jangan hanya untuk memenuhi syarat administrasi. Ini menunjukkan birokrasi kita belum di-reformed. Kok bisa memberikan pertanyaan yang tidak relevan dengan posisi yang ditawarkan. Birokrasi kita belum di-reformed sampai hal kayak gitu muncul. Ini aneh dan paradoks. Seharusnya ini nggak perlu terjadi.
Kalau disadari soal-soal semacam itu, mau jadi aparat seperti apa kalau begitu. Menurut saya itu tamparan. Itu menunjukan birokrasi nggak bemutu.
Sebegitu besarkah, soal tentang lagu menunjukkan birokrasi yang belum direformasi?
Ini ukuran paling kecil. Ini seperti gunung es. Satu bukti yang cukup menunjukkan memang ada masalah di birokrasi kita. Ini bukan persoalan yang serta merta ada. Ini memang persoalan kecil tapi menunjukkan birokrasi tidak peka kepada hal yang substansi. Reformasi birokrasi yang dicanangkan tanpa orientasi.
Pertanyaan itu masuk dalam tes pengetahuan umum. Ini tidak pantas?
Nggak relevan sama persoalan bangsa dan publik. Nanti ecek-ecekan kalau terlalu menyederhanakan masalah. Nanti dengan alasan pengetahuan umum, jangan-jangan tanya juga ukuran sepatu.
Seharusnya kan pertanyaannya lebih berdasarkan ke tugas pokok, fungsi kementerian, dari UU, tata kelembagaan, budgeting, dan fungsi kontrol.
Adakah indikasi untuk meningkatkan popularitas?
Apapun kalau dikaitkan bisa. Tapi apapun itu, terjadi pendangkalan di birokrasi kita. Buktinya membuat soal saja tidak bisa. Itu salah satu bukti tidak punya visi.
Persoalan kecil itu kan datang dari mindset yang besar. Seolah-olah sepele, tapi ini merupakan rangkaian masalah birokrasi yang besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar